Kamis, 08 Maret 2012

Tugas Sejarah Sosiologi Hukum

PEMBAHASAN
A.    Sejarah Sosiologi Hukum



·        Sejarah Munculnya Sosiologi Hukum
Manusia, sejak lahir telah dilengkapi dengan naluri untuk hidup bersama dengan orang lain, karena itu akan timbul suatu hasrat untuk hidup teratur, yang mana teratur menurut seseorang belum tentu teratur buat orang lain sehingga akan menimbulkan suatu konflik. Keadaan tersebut harus dicegah untuk mempertahankan integrasi dan integritas masyarakat. Dari kebutuhan akan pedoman tersebut lahirlah norma atau kaedah yang hakekatnya muncul dari suatu pandangan nilai dari perilaku manusia yang merupakan patokan mengenai tingkah laku yang dianggap pantas dan berasal dari pemikiran normatif atau filosofis, proses tersebut dinamakan Sosiologi. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan pola perilaku masyarakat  dengan adanya proses pengkhususan atau spesialisasi maka tumbuhlah suatu cabang sosiologi yaitu Sosiologi hukum yang merupakan cabang dari ilmu ilmu-ilmu hukum yang banyak mempelajari proses terjadinya norma atau kaedah (hukum) dari pola perilaku tertentu.
Anzilotti, pada tahun 1882 seorang pakar dari Itali yang permatakali memperkenalkan istilah Sosiologi hukum, yang lahir dari pemikiran di bidang filsafat hukum, ilmu hukum maupun sosiologi, sehingga sosiologi hukum merupakan refleksi inti dari pemikiran disiplin-disiplin tersebut. Pengaruh filsafat hukum dan ilmu-ilmu hukum masih terasa hingga saat ini yang berupa masukan faktor-faktor dari berbagai aliran atau mahzab-mahzab yaitu :
1.      Aliran / mazhab – mazhab hukum alam

Faktor – factor yang relevan :
·         Hukum dan moral.
·         Kepastian hukum dan keadilan yang dianggap sebagai tujuan dan syarat utama dari hukum.

2.      Aliran / Mazhab – mazhab Formalisme

Faktor – factor yang relevan :
·         Logika Hukum.
·         Fungsi keajegan dari hukum.
·         Peranan formil dari penegak / petugas/ pejabat hukum.


3.      Aliran/ Mazhab kebudayaan dan sejarah

Faktor – factor yang relevan :
·         Kerangka kebudayaan dari hukum, hubungan antara hukum dengan system   nilai – nilai.
·         Hukum dan perubahan – perubahan sosial.

4.      Aliran / Mazhab Utiliatarianism dan Sociological Jurisprudence

Faktor – factor yang relevan :
·         Konsekuensi sosial dari hukum.
·         Penggunaan yang tidak wajar dari pembentukan undang – undang.
·         Klasifikasi tujuan dan kepentingan warga dan masyarakat serta tujuan sosial.

5.      Aliran / Mazhab Sociological Jurisprudence dan Legal Realism

Faktor – factor yang relevan :
·         Hukum sebagai mekanisme pengendalian sosial.
·         Factor politik dan kepentingan dalam hukum.
·         Stratifikasi sosial dan hukum.
·         Hubungan antara hukum tertulis/ resmi kenyataan hukum/ hukum yang hidup.
·         Hukum dan kebijaksanaan umum.
·         Segi perikemanusiaan dari hukum.
·         Studi tentang keputusan pengadilan dan pola keperilakuan ( hukum ).
Sosiologi hukum sebenarnya merupakan ilmu tentang kenyataan hukum yang ruang lingkupnya adalah :
1.      Dasar Sosial dari hukum, atas dasar anggapan bahwa hukum timbul serta tumbuh dari proses sosial lainnya.
2.      Efek Hukum terhadap gejala sosial lainnya dalam masyarakat.
Apabila yang dipersoalkan adalah perspektif penelitiannya, maka dapat dibedakan :
1.      Sosiologi hukum teoritis, yang bertujuan untuk menghasilkan generalisasi/abstraksi setelah pengumpulan data, pemeriksaan terhadap keteraturan-keteraturan sosial dan pengembangan hipotesa-hipotesa.
2.      Sosiologi hukum empiris, yang bertujuan untuk menguji hipotesa-hipotesa dengan cara mempergunakan atau mengolah data yang dihimpun didalam keadaan yang dikendalikan secara sistematis dan metodologis.
Dari uraian tersebut, kesimpulannya adalah bahwa dalam kerangka akademis maka penyajian sosiologi hukum dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk memungkinkan pembentukan teori hukum yang bersifat sosiologis.

·        Sejarah Perkembangan Sosiologi Hukum

 1. Pengaruh Dari Filsafat Hukum
Pengaruhnya yang khas adalah dari istilah ‘Law In Action’, yaitu beraksinya atau berprosesnya hukum. Menurut Pound, bahwa hukum adalah suatu proses yang mendapatkan bentuk dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim atau pengadilan. Dengan maksud yaitu kegiatan untuk menetralisasikan atau merelatifkan dogmatif hukum. Juga hukum sebagai sarana untuk mengarahkan dan membina masyarakat.

2. Ilmu Hukum (Hans Kelsen)
Ajaran Kelsen “The Pure Theory of Law” (Ajaran Murni Tentang Hukum), mengakui bahwa hukum dipengaruhi oleh faktor-faktor politisi sosiologis, filosofis dan seterusnya. Kelsen juga mengemukakan bahwa setiap data hukum merupakan susunan daripada kaedah-kaedah (stufenbau), yang berisikan hal-hal sebagai berikut :
a. Suatu tata kaedah hukum merupakan sistem kaedah-kaedah hukum secara hierarkis.
b. Susunan kaedh-kaedah hukum yang sangat disederhanakan dari tingkat terbawah keatas, adalah :
1). Kaedah-kaedah individuil dari badan-badan pelaksana hukum terutama pengadilan.
2). Kaedah-kaedah umum didalam undang-undang atau hukum kebiasaan.
3). Kaedah daripada konstitusi
c. Sahnya kaedah hukum dari golongan tingkat yang lebih rendah tergantung atau ditentukan oleh kaedah yang termasuk golongan tingkat yang lebih tinggi.

3. Sosiologi (Pengaruh ajaran-ajaran Durkheim dan Weber)
Durkheim berpendapat bahwa hukum sebagai kaedah yang bersanksi, dimana berat ringan sanksi tergantung pada sifat pelanggaran, anggapan serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya perikelakuan tertentu, peranan sanksi tersebut dalam masyarakat. Setiap kaedah hukum mempunyai tujuan berganda yaitu :
a. menetapkan dan merumuskan kewajiban-kewajiban
b. menetapkan dan merumuskan sanksi-sanksi.
Sedangkan ajaran-ajaran yang menarik dari Max Weber adalah tipe-tipe ideal dari hukum yang sekaligus menunjukkan suatu perkembangan yaitu :
a. hukum irrasionil dan materiel, dimana pembentuk undang-undang dan hakim mendasarkan keputusan-keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa mengacu pada suatu kaedah hukum.
b. hukum irrasionil dan formil, dimana pembentuk undang-undang dan hakim berpedoman pada kaedah-kaedah yang didasarkan pada wahyu dan ramalan-ramalan.
c.   hukum irrasionil dan materiel dimana keputusan para pembentuk undang-undang dan hakim didasarkan ada kitab suci, idiologi atau kebijaksanaan penguasa.
d. hukum irrasionil dan formil, dimana hukum dibentuk atas dasar konsep-konsep dari ilmu hukum

·        Sosiologi Hukum Di Indonesia

Sumber : Anwar, Yesmil & Adang, 2008, Pengantar Sosiologi Hukum, Jakarta : Garsindo

Seperti halnya di negara – negara lain, munculnya sosiologi hukum di Indonesia masih tergolong cukup baru. Namun demikian sebagaimana juga telah dibicarakan di muka, itu tidak mengesampingkan kenyataan, bahwa sebagai suatu pendekatan (approach) ia sudah hamper  sama tuanya dengan ilmu hukum itu sendiri. Ilmu hukum di Indonesia datang dan diusahakan melalui kolonialisasi Belanda atas Negara ini. Pendidikan tinggi hukum yang boleh dipakai sebagai lambang dari kegiatan kajian hukum baru dimulai pada tahun 1924, yaitu dengan dibukannya Rechthogeschool di Jakarta.

Dekade 70-an dapat disebut sebagai momentum mulai berkembangnya sosiologi hukum di Indonesia, ditandai dengan munculnya tulisan – tulisan yang tergolong ke dalam studi sosial mengenai hukum, yaitu yang melihat dan menempatkan hukum dalam konteks sosial yang lebih besar. Perkembangan menjadi semakin meningkat pada dekade – dekade sesudah tahun 70-an. Sebuah esai yang ditulis oleh Prof. Soetandyo Wignjosoebroto pada awal tahun 80-an menguraikan dengan cukup komprehensif tentang perkembangan dari apa yang disebut ‘’ socio-legal teachings and researches’’ di Indonesia ( Soetandyo Wignjosoebroto, Law and Sosial Sciences in Indonesia : Some notes on the development of Socio-legal Teachings and Researches in Indonesia’’, 1980)

Dalam rentang waktu antara 1970 -  1980 mulai terjadi institusionalisasi dari kajian sosial terhadap hukum yang berlangsung hampir serempak di fakultas – fakultas hukum di Indonesia, terutama di UNDIP (Universitas Diponegoro), Semarang; UNAIR (Universitas Airlangga), Surabaya; UNPAD (Universitas Padjadjaran), Bandung; dan UI (Universitas Indonesia), Jakarta. Pada waktu yang hapir bersamaan di tahun 1973, di UNDIP dan UNAIR dibentuk pusat studi, masing – masing ‘’Pusat Studi Hukum dan Masyarakat’’ (PHSM) di UNDIP dan ‘’Pusat Studi Hukum Pembangunan’’ (PHSP) di UNAIR. Kedua – duanya menjadi medan pembibitan dan pembelajaran pengajar – pengajar muda yang tertarik kepada studi hukum secara sosiologis

Sebagai mata kuliah, sosiologi hukum memasuki kurikulum fakultas hukum di Indonesia dengan nama ‘’Hukum dan Masyarakat’’. Pada tahun 1980 terbit buku dengan nama yang sama, yang merupakan karya pertama yang agak lengkap mengenai filsafat, pendekatan dan analisis sosiologis terhadap hukum (Satjipto Rahardjo, 1980). Tahun 90-an, mata kuliah tersebut sudah makin biasa diberikan di fakultas hukum serta menggunakan nama ‘’Sosiologi Hukum’’. Pada program pascasarjana bidang hukum, sosiologi hukum juga dimasukkan sebagai matakuliah standar.


B.    Teori Sosiologi Hukum

·        Teori Sosiologi Hukum Klasik

Sumber : ( http://pa-banjarmasin.pta-banjarmasin.go.id/index.php?content)

Teori ini dipelopori oleh Eugen Ehrlich ( Austria ), dia membuat konsep ‘’ living law’’ yang berarti hukum yang hidup di tengah – tengah masyarakat. Hukum yang dibuat, harus sesuai dengan hukum yang hidup didalam masyarakat. Itulah sebuah pernyataan yang dikatakan Eugen Ehrlich. Kalimat singkat yang mempunyai makna dalam. Hakim sebagai salah satu dari aparat penegak hukum, dalam membuat keputusan harus mempertimbangkan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, seperti tercantum dalam pasal 5 Undang-Undang nonor 48 tahun 2009 perubahan atas Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu :
Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Menurut Ehrlich dalam bukunya yang berjudul “grendlegung der sociological rechts (1913)”¸ mengatakan bahwa masyarakat adalah ide umum yang dapat digunakan untuk menandakan semua hubungan sosial, yakni keluarga, desa, lembaga-lembaga sosial, negara, bangsa, sistem ekonomi maupun sistem hukum dan sebagainya. Ehrlich memandang semua hukum sebagai hukum sosial, tetapi dalam arti bahwa semua hubungan hukum ditandai oleh faktor-faktor sosial ekonomis. Sistem ekonomis yang digunakan dalam produksi, distribusi, dan konsumsi bersifat menentukan bagi keperluan hukum.
Teori Ehrlich yang mengambil masyarakat sebagai ide dasar pembentukan hukum mengatakan bahwa semua hukum positif berakar dalam suatu hukum fundamental masyarakat. Hukum fundamental adalah apa yang menguasai seluruh hidup bersama. Hidup bersama pada masyarakat modern dikuasai oleh solidaritas sosial. Solidaritas sosial merupakan hukum fundamental masyarakat sekarang.

Menurut pandangan baru atau modern (Aliran Progresif) menurut Van Eikema Hommes disebut materi Juridis, yang di Jerman dipertahankan oleh Oscar Bullow, Eugen Ehrlich, dan di Perancis oleh Francois Geny serta di Amerika oleh Oliver Wendel Holmes dan Jerome Frank.
Geny menentang penyalah gunaan cara berfikir yang abstract logistis dalam pelaksanaan hukum dan fiksi bahwa Undang-undang berisikan hukum yang berlaku. Oliver Wendel Holmes & J. Frank menentang pendapat yang mengatakan bahwa hukum yang ada itu lengkap yang dapat menjadi sumber bagi Hakim dalam memutuskan peristiwa konkrit.
Penemuan hukum lebih menggunakan pandangan Mazhab historis  yang dipelopori oleh Carl Von Sevigny yaitu Hakim perlu juga memperhatikan kebiasaan-kebiasaan yang hidup dalam masyarakat, karena setiap bangsa itu memiliki jiwa bangsanya masing-masing (Volkgeist) yang berbeda untuk setiap tempat. Hukum precedent dinegara-negara Anglo Saxon adalah hasil penemuan hukum yang otonom sepanjang pembentukan peraturan dan penerapan peraturan dilakukan oleh hakim berdasarkan hati nuraninya tetapi juga sekaligus bersifat heteronom karena Hakim terikat kepada keputusan-keputusan terdahulu (faktor-faktor diluar diri hakim). Sedangkan hukum kontinental seperti di Indonesia mengenal penemuan hukum yang heteronom sepanjang Hakim terikat kepada Undang-undang. Tetapi penemuan hukum Hakim tersebut mempunyai unsur-unsur otonom yang kuat disebabkan Hakim harus menjelaskan atau melengkapi Undang-undang menurut pendangannya sendiri.
Hukum positif yang baik dan karenanya efektif, adalah hukum positif yang sesuai dengan living law yang sebagai inner order dari masyarakat mencerminkan nilai-nilai yang hidup didalamnya. Anjuran E. Ehrlich ini memberikan semangat bagi sistem hukum di Indonesia, agar hukum positif yang berlaku di Indonesia tetap efektif dalam menghadapi perubahan dan perkembangan dinamika masyarakat haruslah menjadi hukum yang hidup di masyarakat dengan menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat.
Seluruh hukum dapat ditemukan dalam proposisi hukum. Selanjutnya diasumsikan bahwa karena, pada saat ini, semua proposisi hukum dapat ditemukan dalam undang-undang, di mana siap diakses kepada siapa pun, semua yang diperlukan dalam mendapatkan pengetahuan tentang hukum saat ini adalah untuk mengumpulkan materi dari undang-undang, untuk memastikan isi materi ini oleh salah satu interpretasi individu sendiri, dan menggunakan penafsiran ini untuk kepentingan hukum dan peradilan sastra keputusan. Sosiologi hukum harus dimulai dengan kepastian/ketegasan hukum yang hidup. Hanya hal-hal konkret yang dapat diamati.


·        Teori Makro

Teori ini dipelopori Oleh Max Webber dan Emile Durkheim. Teori ini lebih memahami keterkaitan antara hukum dan bidang – bidang lain di luar hukum, seperti ekonomi, politik kekuasaan dan kebudayaan. Emile Durkheim berpendapat bahwa setiap masyarakat selalu ada solidaritas yaitu :

1.          Solidaritas mekanis : terdapat dalam masyarakatrakat sederhana, hukumnya bersifat represif atau memaksa, dalam arti bahwa tujuan sanksi – sanksi itu hanyalah memberikan hukuman, ‘’sebuah reaksi yang bernafsu dari instensitas yang terbagi – bagi’’.  (Tom Campbell,1994 : 183)


2.          Solidaritas organis : terdapat dalam masyarakatrakat modern, hukumnya bersifat restitutif yang mempunyai fungsi memperbaiki situasi – situasi yang diperoleh mendahului peristiwa pelanggaran hukum. Hukum kontak pribadi dan kerugian pribadi mengganti hukum kejahatan sebagai cirri dominan kode – kode hukum dan dalam bidang hukum kejahatan yang makin berkurang lebih banyak tekanan diletakkan pada kerugian yang dilakukan terhadap para individu dan kurang pada gagasan tentang penyerangan terhadap masyarakat pada dirinya. Hukum restitutif memiliki tujuan negative untuk member batas – batas diantara individu – individu, sebuah tanda perkembangan otonomi pribadi yang memerlukan seporsi hak milik pribadi untuk menyatakan dan mempertahankan diri. Jadi, hukum restitutif berlaku sebagai sebuah kerangka kerja untuk kegiatan – kegiatan kooperatif individu – individu yang merupakan cirri pokok masyarakat – masyarakat kompleks itu. ( Tom Campbell,1994 : 185)


·        Teori Empiris

Teori ini dipelopori oleh Donald Black. Teori ini beranggapan bahwa hukum dapat diamati secara eksternal hukum, dengan mengumpulkan berbagai data dari luar hukum ( behavior of law ), sehingga dapat memunculkan dalil – dali tertentu tentang hukum. Black ingin memisahkan hukum sebagai fakta dari unsure lain, seperti tujuan, nilai, ideology, dan sebagainya. Dalam posisi seperti itu, yaitu seorang positivis – empiris, Black harus membangun dari bawah dimulai dengan konsepnya mengenai hukum. Misalnya ia mengatakan, hukum dilihat dari perspektif kuantitatif menjadi ‘’lebih banyak atau lebih sedikit hukum’’itu. Lebih sering orang mengangkat telepon berarti lebih banyak hukum daripada sebaliknya. Pikiran dan pendekatan tersebut dipraktikkan lebih lanjut pada waktu Black membangun postulat  yang diangkat dari pengamatan empiric. (Anwar, Yesmil & Adang, 2008 : 114)

Black juga menunjukkan ada perilaku hukum (behavior of law). Perilaku ini diangkat dari dari makna – makna yang diberikan terhadap suatu gugus data yang teramati secara empiric. Misalnya,dari sejumlah data yang teramati, Black mengatakan ‘’Jumlah hukum meningkat sejalan dengan menurunnya control sosial diluar hukum yang lemah akan berpaling kepada hukum. Berikut ini dikutipkan beberapa proposisi yang dibangun oleh Black berdasarkan pengamatan dan kuantifikasi data empiric :

1.      Hukum akan lebih bereaksi apabila seseorang dengan status tinggi memperkarakan orang lain dari status lebih rendah, daripada sebaliknya;

2.      Hukum berbeda – beda menurut jarak sosial. Hukum makin berperan dalam masyarakat dengan tingkat keintiman yang lemah dibanding sebaliknya;

3.      Apakah seorang polisi akan melakukan penahanan ditentukan oleh banyak factor, yaitu ras tersangka, berat ringannya kejadian, barang bukti yang didapat, sikap terhadap polisi dan lain – lain;

4.      Jumlah peraturan bagi golongan dengan status tinggi lebih besar daripada bagi golongan lebih rendah; ( Anwar, Yesmil & Adang, 2008 : 115)




DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Yesmil dan Adang, 2008, Pengantar Sosiologi Hukum, Jakarta : Grafindo



Campbell, Tom, 1994, Tujuh Teori Sosial, Yogyakarta : Penerbit Kanisius


Tidak ada komentar:

Posting Komentar