PEMBAHASAN
A.
Fungsi – Fungsi Hukum Menurut Para
Ahli
·
Menurut Lawrence
M. Friedman yang dikutip oleh Soleman B. Taneko (1992: 37) yang menyatakan
bahwa "Fungsi Hukum itu meliputi :
1. Pengawasan/Pengendalian
Sosial (Social Control).
Hukum sebagai sarana pengendali sosial, menurut
A. Ross sebagaimana dikutip Soerjono Soekanto, adalah mencakup semua kekuatan
yang menciptakan serta memelihara ikatan sosial. Ross menganut teori imperatif
tentang fungsi hukum dengan banyak menghubungkannya dengan hukum pidana. Dalam
kaitan ini, hukum sebagai sarana pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari
ancaman maupun perbuatan yang membahayakan diri serta harta bendanya. Misalnya
dapat dikemukakan perbuatan kejahatan penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP. Norma
ini jelas merupakan sarana pemaksa yang berfungsi untuk melindungi warga
masyarakat terhadap perbuatan yang mengakibatkan terjadinya penderitaan pada
orang lain.
Pengendalian sosial (social control) dari hukum, pada dasarnya memaksa warga masyarakat agar berprilaku sesuai dengan hukum, Dengan kata lain, pengendalian sosial daripada hukum dapat bersifat preventif maupun represif. Preventif merupakan suatu usaha untuk mencegah prilaku yang menyimpang, sedangkan represif bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang terganggu.
Pengendalian sosial (social control) dari hukum, pada dasarnya memaksa warga masyarakat agar berprilaku sesuai dengan hukum, Dengan kata lain, pengendalian sosial daripada hukum dapat bersifat preventif maupun represif. Preventif merupakan suatu usaha untuk mencegah prilaku yang menyimpang, sedangkan represif bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang terganggu.
2. Penyelesaian
Sengketa (Dispute Settlement).
Hukum sebagai sarana penyelesaian sengketa
(dispute settlement). Di dalam masyarakat berbagai persengketaan dapat terjadi,
misalnya antara keluarga yang dapat meretakan hubungan keluarga, antara mereka
dalam suatu urusan bersama (company), yang dapat membubarkan kerjasama.
Sengketa juga dapat mengenai perkawinan atau waris, kontrak, tentang batas
tanah, dan sebagainya. Adapun cara-cara penyelesaian sengketa dalam suatu
masyarakat, ada yang diselesaikan melalui lembaga formal yang disebut dengan
pengadilan, dan ada yang diselesaikan secara sendiri oleh orang-orang yang
bersangkutan dengan mendapat bantuan dari orang yang ada di sekitarnya. Hal ini
bertujuan untuk mengukur, sampai berapa jauh terjadi pelanggaran norma dan apa
yang harus diwajibkan kepada pelanggar supaya yang telah dilanggar itu dapat
diluruskan kembali.
3.
Rekayasa Sosial (Social Engineering, Redistributive,
atau Innovation)".
Untuk lebih meyakinkan akan adanya fungsi hukum sebagai alat
rekayasa sosial ini, perlu diketengahkan pendapat Rusli Effendi (1991:
81), yang menegaskan bahwa "Suatu masyarakat di manapun di dunia ini,
tidak ada yang statis. Masyarakat manapun senantiasa mengalami perubahan, hanya
saja ada masyarakat yang perubahannya pesat dan ada pula yang lamban. Di dalam
menyesuaikan diri dengan perubahan itulah, fungsi hukum sebagai a tool of
engineering, sebagai perekayasa sosial, sebagai alat untuk merubah
masyarakat ke suatu tujuan yang diinginkan bersama, sangat berarti".
Penegasan Rusli Effendy tersebut
di atas, menunjukkan bahwa hukum sebagai alat rekayasa sosial sangat diperlukan
dalam proses perubahan masyarakat yang di manapun senantiasa terjadi, apalagi
dalam kondisi kemajuan yang menuntut perlunya perubahan-perubahan yang relatif
cepat.
Fungsi Hukum sebagai alat rekayasa
sosial ini, juga sering disebut sebagai a tool of engineering yang
pada prinsipnya merupakan fungsi hukum yang dapat diarahkan untuk merubah
pola-pola tertentu dalam suatu masyarakat, baik dalam arti mengokohkan suatu
kebiasaan menjadi sesuatu yang lebih diyakini dan lebih ditaati, maupun dalam
bentuk perubahan lainnya.
Perubahan lainnya dimaksud, antara
lain menghilangkan suatu kebiasaan yang memang sudah dianggap tidak sesuai
dengan kondisi masyarakat, maupun dalam membentuk kebiasaan baru yang dianggap
lebih sesuai, atau dapat mengarahkan masyarakat ke arah tertentu yang dianggap
lebih baik dari sebelumnya.
Sejalan dengan ini, Soleman B.
Taneko mengutip pendapat Satjipto Rahardjo (1993) menyatakan bahwa "Hukum
sebagai sarana rekayasa sosial, innovasi, sosial engineering, menurut Satjipto
Rahardjo, tidak saja digunakan untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan
tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkan
pada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan-kebiasaan yang
dipandang tidak perlu lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan
sebagainya".
Dalam kaitan ini, dapat dimaklumi
bahwa ditinjau dari segi eksistensi perubahan yang merupakan sesuatu yang harus
terjadi, maka fungsi hukum menjadi semakin penting dan menentukan, terutama
lagi dalam era reformasi yang digulirkan dewasa ini, atau era pembangunan yang
berkesinambungan.
Fungsi hukum sebagai alat rekayasa
sosial yang semakin penting dalam era pembangunan tersebut, ditegaskan oleh
Muchtar Kusumaatmadja seperti yang dikutip oleh Soleman B. Taneko (1993: 36)
mengemukakan bahwa "Di Indonesia fungsi hukum di dalam pembangunan adalah
sebagai sarana pembangunan masyarakat. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa
adanya ketertiban dalam pembangunan merupakan suatu yang dianggap penting dan
sangat diperlukan. Di samping itu, hukum sebagai tata kaidah dapat berfungsi
untuk menyalurkan arah-arah kegiatan warga masyarakat ke tujuan yang
dikehendaki oleh perubahan tersebut. Sudah tentu bahwa fungsi hukum di atas
seyogianya dilakukan, di samping fungsi hukum sebagai sistem pengendalian
sosial".
Ini berarti bahwa disamping fungsi
hukum sebagai alat pengendalian sosial, juga salah satu fungsi lainnya yang
sangat penting dan bahkan justru harus dilaksanakan dalam era pembangunan,
adalah fungsinya sebagai alat rekayasa sosial. Tentu saja sebagai alat rekayasa
harus diarahkan kepada hal-hal yang positif dan bukan sebaliknya.
Walaupun sejumlah ahli memberikan
pandangan positif terhadap fungsi hukum sebagai sarana rekayasa sosial ini,
namun fungsi tersebut tidak luput dari kritikan atau kelemahannya. Terhadap
tanggapan dimaksud, seperti dikemukakan oleh Daniel S. Lev yang dikutip oleh
Achmad Ali (1996: 104), dengan menyatakan bahwa "membicarakan hukum
sebagai rekayasa sosial itu berarti memberikan kekuasaan yang amat penuh kepada
pemerintah. Kita selalu menggunakan istilah itu sebagai sesuatu yang netral,
padahal dipakainya istilah itu sebenarnya tidak netral. Istilah itu dapat
dipakai untuk tujuan yang baik dan dapat juga dipakai untuk
tujuan yang buruk. Istilah itu sendiri mempunyai dua arti, pertama
sebagai suatu prosedur, suatu cara untuk mengubah masyarakat, dan yang kedua
yang teramat penting adalah secara materiil, yaitu masyarakat apa yang
dikehendaki. Itu tidak mudah, kita harus bertanya macam masyarakat apa yang
dikehendaki oleh pemerintah dan oleh warga masyarakat".
Pandangan yang dikemukakan
terakhir di atas, menunjukkan bahwa fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial
mempunyai arti yang tidak selalu positif, dan bahkan dapat diartikan negatif,
terutama karena ketidakjelasan arah yang akan dituju oleh hukum dalam
merekayasa masyarakat yang bersangkutan.
Dengan mengemukakan sejumlah
contoh, Achmad Ali (1996) menyatakan adanya kerugian dan keuntungan
fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial, seperti yang diungkapkannya bahwa
"Contoh dampak positif penggunaan hukum sebagai rekayasa sosial antara
lain :
§
Putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 1954 yang
menetapkan bahwa orang kulit hitam harus dipersamakan dengan orang kulit
putih.
§
Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan lain mengenai lingkungan
hidup.
§
dan sebagainya.
Dampak negatif dari penggunaan
hukum sebagai rekayasa sosial adalah yang hanya membawa keuntungan bagi
sebagian kecil warga masyarakat dunia, justru merugikan sebagian besar
warga masyarakat lainnya".
Dengan pandangan tersebut, maka
dapat dikatakan, bahwa fungsi hukum sebagai sarana atau alat rekayasa sosial
dalam aplikasinya perlu dilakukan secara ektra hati-hati, sehingga sejauh
mungkin tidak membawa dampak negatif sebagaimana yang dikhawatirkan, dan bahkan
jika perlu dalam pelaksanaannya benar-benar tidak akan melahirkan dampak
seperti tersebut.
Belajar pada pengalaman dan dari
sejumlah contoh yang dianggap negatif kaitannya dengan fungsi hukum sebagai
alat rekayasa sosial ini, maka memang masih ada upaya yang dilakukan agar
implikasi fungsi hukum tersebut tidak terarah kepada hal-hal yang negatif.
Dalam bukunya, Achmad Ali
mengemukakan pandangan Daniel S. Lev yang pada dasarnya memberikan sejumlah
pertimbangan, jika akan melaksanakan fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial.
Dengan kata lain, agar rekayasa sosial tidak mengarah kepada sesuatu yang
dinilai negatif, perlu dilakukan langkah-langkah tertentu seperti yang
dikemukakan dalam tulisan dimaksud.
Namun yang paling penting dalam
kaitan ini adalah perlunya semua pihak yang terkait dengan aplikasi hukum di
tengah masyarakat, benar-benar konsisten, baik dalam arti kejujuran, kesamaan
pandangan, kerjasama, dan berbagai prinsip efektivitas lainnya.
·
Menurut Soerjono Soekanto (1992)
mengemukakan fungsi hukum yang terdiri dari :
1.
Untuk memberikan pedoman kepada warga masyarakat, bagaimana mereka
harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah-masalah
dalam masyarakat yang terutama menyengkut kebutuhan-kebutuhan pokok.
2.
Untuk menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan.
3.
Memberikan pegangan kepada masyarakat yang bersangkutan untuk
mengadakan pengendalian sosial (Social Control)".
·
Soleman B. Taneko (1992), justru mengemukakan bahwa fungsi hukum
mencakup lebih dari tiga jenis seperti ungkapannya yang menyatakan bahwa
"Adapun fungsi hukum yang dimaksudkan ialah antara lain meliputi:
1.
Memberikan pedoman/pengarahan pada warga masyarakat untuk
berperilaku.
2.
Pengawasan/Pengendalian Sosial (Social Control).
3.
Penyelesaian sengketa (Dispute Settlement).
4.
Rekayasa Sosial (Social Engineering)".
·
Menurut pandangan Peters, yang menyatakan bahwa fungsi hukum itu
dapat ditinjau dari tiga perspektif :
1.
Perspektif kontrol sosial daripada hukum. Tinjaun ini disebut
tinjauan dari sudut pandang seorang polisi terhadap hukum.
2.
Perspektif social engineering, merupakan tinjauan yang
dipergunakan oleh penguasa (the official perspective of the law), dan karena
pusat perhatian adalah apa yang diperbuat oleh penguasa dengan hukum.
3.
Perspektif emansipasi dari hukum. Perspektif ini merupakan
tinjauan dari bawah terhadap hukum ( the bottom’s up view of the law ) dan
dapat pula disebut perspektif konsumen (the consumer’s perspective of the law.
(http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2093155-fungsi-hukum/)
·
Fungsi
hukum menurut Franz Magnis Suseno, adalah untuk mengatasi konflik kepentingan.
Dengan adanya hukum, konflik itu tidak lagi dipecahkan menurut siapa yang
paling kuat, melainkan berdasarkan aturan yang berorientasi pada
kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai objektif dengan tidak membedakan antara
yang kuat dan yang lemah, dan orientasi itu disebut keadilan.
·
Dalam
pandangan Achmad Ali, bahwa fungsi hukum itu dapat dibedakan ke dalam :
a.
Fungsi
hukum sebagai “a tool of social control”.
b.
Fungsi
hukum sebagai “a tool of social engineering”.
c.
Fungsi
hukum sebagai symbol.
d.
Fungsi
hukum sebagai ‘’a political instrument’’.
e.
Fungsi
hukum sebagai interrogator
·
Berkaitan
dengan fungsi hukum, Muchtar Kusumaatmadja, mengajukan konsepsi hukum sebagai
sarana pembaruan masyarakat, yang secara singkat dapat dikemukakan pokok-pokok
pikiran beliau, bahwa fungsi hukum di dalam pembangunan sebagai sarana
pembaruan masyarakat. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa adanya keteraturan
atau ketertiban dalam usaha pembangunan atau pembaruan merupakan suatu yang
dianggap penting dan sangat diperlukan. Di samping itu, hukum sebagai tata
kaedah dapat berfungsi untuk menyalurkan arah kegiatan warga masyarakat ke
tujuan yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaruan. Kedua fungsi tersebut
diharapkan dapat dilakukan oleh hukum di samping fungsinya yang tradisional,
yakni untuk menjamin adanya kepastian dan ketertiban.
·
Theo
Huijbers, menyatakan bahwa fungsi hukum ialah memelihara kepentingan umum dalam
masyarakat, menjaga hak-hak manusia, mewujudkan keadilan dalam hidup bersama.
B. Fungsi – Fungsi Hukum Secara Umum
Sumber
: file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR...S.Pd.../HANDOUT_7.rtf
Secara umum fungsi hukum dalam kehidupan berbangsa dan
bermasyarakat, yaitu :
a.
Hukum
berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat.
Hukum sebagai norma merupakan
petunjuk dalam kehidupan (levensvoorschriften).
Fungsi ini memungkinkan untuk diperankan oleh hakim karena hukum memberikan
petunjuk kepada masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku. Mana yang
diperbolehkan oleh hukum dan mana yang dilarang olehnya sehingga masing-masing
anggota masyarakat tahu apa yang menjadi hak kewajibannya. Kesemuanya ini
dimungkinkan karena hukum mempunyai sifat dan watak mengatur tingkah laku
manusia serta mempunyai ciri memerintah dan melarang. Begitu pula hukum dapat
memaksa agar hukum itu ditaati oleh anggota masyarakat. Apabila masyarakat mau
mentaati hukum serta menyadari dan melaksanakan baik perintah maupun larangan
yang tercantum dalam hukum, kita yakin bahwa fungsi hukum sebagai alat ketertiban
masyarakat dapat direalisir.
Contoh:
Orang
yang menonton pertandingan sepak bola, sama-sama mengerti apa yang harus
dilakukan seperti: beli karcis harus antri, mau masuk stadion juga harus antri,
bila pertandingan selesai para penonton ke luar lewat pintu keluar yang sudah
ditentukan (exit). Kesemuanya
berjalan tertib dan teratur, karena semuanya sama-sama mengerti dan mentaati
peraturan-peraturan yang telah ditentukan.
b.
Hukum
berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin.
Hukum yang bersifat mengikat dan
memaksa serta dapat dipaksakan oleh alat negara yang berwenang, berpengaruh
besar terhadap orang yang akan melakukan pelanggaran sehingga mereka takut akan
ancaman hukumannya. Hukum yang bersifat memaksa dapat diterapkan kepada siapa
saja yang bersalah. Mereka yang melakukan kesalahan atau melakukan pelanggaran
diberi sanksi hukuman, baik itu berupa hukuman penjara, denda, membayar ganti
rugi, dan sebagainya maka dengan demikian keadilan dicapai.
Contoh:
Siapa
yang berutang harus membayar adalah perwujudan daripada keadilan.
c.
Hukum
berfungsi sebagai alat penggerak pembangunan.
Hukum mempunyai daya mengikat dan
memaksa, maka hukum dapat dimanfaatkan sebagai alat otoritas untuk mengarahkan
masyarakat ke arah yang lebih maju. Fungsi demikian adalah fungsi hukum sebagai
alat penggerak pembangunan.
d.
Hukum
berfungsi sebagai alat kritik (fungsi kritis hukum).
Soedjono
Dirdjosisworo (dalam Soeroso, 2006:55) mengungkapkan bahwa:
“Dewasa ini sedang berkembang
suatu pandangan bahwa hukum mempunyai fungsi kritis, yaitu daya kerja hukum
tidak semata-mata melakukan pengawasan pada aparatur pemerintah (petugas) saja
melainkan aparatur penegak hukum di dalamnya”.
Fungsi ini berarti bahwa hukum
tidak hanya mengawasi masyarakat semata-mata tetapi berperan juga untuk
mengawasi para pejabat pemerintah, para penegak hukum maupun aparatur
pengawasan sendiri. Dengan demikian semuanya harus bertingkah laku menurut
ketentuan yang berlaku. Jika demikian halnya maka, ketertiban, kedamaian, dan
keadilan dalam masyarakat dapat diwujudkan dan fungsi kritis hukum dapat
berjalan dengan baik.
e.
Hukum
berfungsi sebagai sarana untuk menyelesaikan pertikaian.
Kepentingan perseorangan selalu
bertentangan dengan kepentingan golongan-golongan manusia. Pertentangan
kepentingan ini dapat menjadi pertikaian bahkan dapat menjelma menjadi
peperangan, seandainya hukum tidak bertindak sebagai perantara untuk
menyelesaikan pertikaian tersebut secara damai.
Selain kelima fungsi diatas, hukum
dalam kehidupan masyarakat terutama di Indonesia mempunyai panca fungsi
(Sjachran Basah, dalam Dudu D. Machmudin, 2001:52) yang meliputi:
§ Direktif, sebagai pengarah dalam membangun
guna membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan
bernegara;
§ Integratif,
sebagai pembina kesatuan
bangsa;
§ Stabilitatif,
sebagai pemelihara
(termasuk ke dalamnya hasil-hasil pembangunan) dan penjagaan keselarasan,
keserasian dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat;
§ Perfektif,
sebagai penyempurna
terhadap tindakan-tindakan administrasi negara, maupun sikap tindakan warga
negara dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat;
§ Korektif,
baik terhadap warga negara
maupun administrasi negara dalam mendapatkan keadilan.
Dengan demikian hukum mempunyai
fungsi yang sangat besar dalam pergaulan hidup di tengah-tengah masyarakat.
Tinggal sekarang kita mencari upaya yang terbaik, bagaimanakah memfungsikan
hukum tersebut, agar apa yang telah diuraikan di atas dapat terlaksana dengan
baik.
Salah satu upaya yang dapat
dilaksanakan guna memfungsikan hukum, maka bagi para penegak hukum dituntut
kemampuannya untuk dapat melaksanakan dan mengimplementasikan hukum dengan
baik, dengan kemampuan (potensi) yang
dimiliki oleh masing-masing petugas, misalnya:
-
Menafsirkan
hukum sesuai dengan keadilan dan posisi masing-masing.
-
Bila
perlu diadakan penafsiran analogis penghalusan hukum atau memberi ungkapan a contrario.
Disamping hal-hal tersebut di atas
dibutuhkan kecekatan dan keterampilan serta ketangkasan para penegak hukum
dalam menerapkan hukum yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR...S.Pd.../HANDOUT_7.rtf
Taneko,
Soleman B. (1993). Struktur dan Proses Sosial. (Cetakan II). Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Machmuddin,
Dudu D.(2001). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Refika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar